Awal tahun 2012 beberapa orang
datang langsung berdiskusi atau bertanya melalui telepon tentang Pengadaan
Barng/Jasa khususnya mengenai pelaksanaan kontrak.
Sebagian isi diskusi adalah
menanyakan pekerjaan yang dilaksanakan akhir tahun 2011 namun hingga tahun 2012
masih belum selesai. Ada yang bertanya bagaimana cara pemutusan kontrak, ada
yang bertanya kok bisa terjadi padahal penawaran penyedia barang/jasa pada saat
pelelangan bagus-bagus, ada juga yang bingung bagaimana membayarnya padahal
batas akhir pembayaran hanya sampai 31 Desember.
Setelah diteliti lebih dalam,
sebagian besar terjadi karena ketidaktahuan dan kurangnya kompetensi Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK).
Penyebabnya, sebagian besar
menjadi PPK bukan karena memang pantas menjadi PPK, melainkan karena menduduki
jabatan eselon tertentu.
Sayangnya, banyak yang lupa,
bahwa tanggung jawab PPK di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010
amat berat.
Berdasarkan Pasal
11 Perpres Nomor 54 Tahun 2010, tugas pokok dan kewenangan PPK adalah:
a. menetapkan
rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi:
1. spesifikasi
teknis Barang/Jasa;
2. Harga
Perkiraan Sendiri (HPS); dan
3. rancangan
Kontrak.
b. menerbitkan
Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
c. menandatangani
Kontrak;
d. melaksanakan
Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa;
e. mengendalikan
pelaksanaan Kontrak;
f. melaporkan
pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA;
g. menyerahkan
hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita Acara
Penyerahan;
h. melaporkan
kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan
pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan
i.
menyimpan dan menjaga keutuhan
seluruh dokumen pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
2. Selain tugas
pokok dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal diperlukan,
PPK dapat:
a. mengusulkan
kepada PA/KPA:
1. perubahan
paket pekerjaan; dan/atau
2. perubahan
jadwal kegiatan pengadaan;
b. menetapkan
tim pendukung;
c. menetapkan
tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk membantu
pelaksanaan tugas ULP; dan
d. menetapkan
besaran Uang Muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia Barang/Jasa.
Mari kita lihat
satu persatu sebagian tugas pokok dan kewenangan tersebut serta apa saja yang
harus diperhatikan :
1. Menetapkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
PPK tidak bekerja
pada akhir pengadaan. PPK sudah mulai bekerja sejak perencanaan pengadaan. Hal
ini karena PPK adalah orang yang paling mengetahui tentang barang/jasa yang
akan diadakan.
Oleh sebab
itu, apabila terjadi kesalahan pada proses pengadaan barang/jasa yang
disebabkan karena kesalahan perencanaan, maka PPK juga bertanggung jawab
terhadap hal tersebut.
Tanggung
jawab PPK pada tahap perencanaan adalah:
- Spesifikasi Teknis Barang/Jasa
Ini adalah
hal yang krusial, karena spesifikasi merupakan dasar dalam proses pengadaan
barang/jasa. Setiap penawaran dari penyedia barang/jasa harus memenuhi
spesifikasi teknis yang telah ditentukan dalam dokumen pengadaan.
Yang menjadi permasalahan adalah, luasnya ruang lingkup pengadaan barang/jasa dan dibandingkan dengan ruang lingkup pengetahuan PPK. Seorang PPK harus memahami spesifikasi teknis pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi, dan jasa lainnya. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik tim teknis atau tim pendukung yang menyiapkan spesifikasi teknis. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik konsultan perencana dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Walaupun sebagian kegiatan perencanaan memang harus diserahkan kepada ahlinya, namun pokok pokiran serta inti dari spesifikasi tetap harus dipahami oleh PPK.
PPK tidak boleh berucap “saya lulusan sosial, jadi tidak paham bangunan.” Apabila ditemukan kesalahan perencanaan konstruksi, maka oleh penyidik atau pemeriksa tetap akan diminta pertanggungjawabannya.
Disini dituntut keluasan pengetahuan dan pengalaman dari seorang PPK.
Yang menjadi permasalahan adalah, luasnya ruang lingkup pengadaan barang/jasa dan dibandingkan dengan ruang lingkup pengetahuan PPK. Seorang PPK harus memahami spesifikasi teknis pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi, dan jasa lainnya. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik tim teknis atau tim pendukung yang menyiapkan spesifikasi teknis. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik konsultan perencana dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Walaupun sebagian kegiatan perencanaan memang harus diserahkan kepada ahlinya, namun pokok pokiran serta inti dari spesifikasi tetap harus dipahami oleh PPK.
PPK tidak boleh berucap “saya lulusan sosial, jadi tidak paham bangunan.” Apabila ditemukan kesalahan perencanaan konstruksi, maka oleh penyidik atau pemeriksa tetap akan diminta pertanggungjawabannya.
Disini dituntut keluasan pengetahuan dan pengalaman dari seorang PPK.
- Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
Kasus yang
paling banyak menimpa pelaksanaan pengadaan barang/jasa adalah kasus markup dan
salah satu penyebabnya terletak pada penyusunan HPS.
Menyusun HPS membutuhkan keahlian tersendiri, selain harus memahami karakteristik spesifikasi barang/jasa yang akan diadakan, juga harus mengetahui sumber dari barang/jasa tersebut. Harga barang pabrikan tentu saja berbeda dengan harga distributor apalagi harga pasar. Juga perhitungan harga semen serta batu kali dan besi beton akan mempengaruhi total harga secara keseluruhan.
Yang paling sering terjadi, entah karena kesengajaan atau karena ketidaktahuan, PPK menyerahkan perhitungan HPS kepada penyedia barang/jasa atau malah kepada broker bin makelar yang melipatgandakan harga tersebut untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok.
PPK langsung mengambil harga tersebut tanpa melakukan cek and recheck lagi. Akibatnya pada saat pengadaan selesai dan dilakukan pemeriksanaan oleh aparat hukum, ditemukan mark up harga dan mengakibatkan kerugian negara.
Lagi-lagi karena ketidaktahuan dan keinginan kerja cepat dan tidak teliti menjerumuskan PPK ke ranah hukum.
Menyusun HPS membutuhkan keahlian tersendiri, selain harus memahami karakteristik spesifikasi barang/jasa yang akan diadakan, juga harus mengetahui sumber dari barang/jasa tersebut. Harga barang pabrikan tentu saja berbeda dengan harga distributor apalagi harga pasar. Juga perhitungan harga semen serta batu kali dan besi beton akan mempengaruhi total harga secara keseluruhan.
Yang paling sering terjadi, entah karena kesengajaan atau karena ketidaktahuan, PPK menyerahkan perhitungan HPS kepada penyedia barang/jasa atau malah kepada broker bin makelar yang melipatgandakan harga tersebut untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok.
PPK langsung mengambil harga tersebut tanpa melakukan cek and recheck lagi. Akibatnya pada saat pengadaan selesai dan dilakukan pemeriksanaan oleh aparat hukum, ditemukan mark up harga dan mengakibatkan kerugian negara.
Lagi-lagi karena ketidaktahuan dan keinginan kerja cepat dan tidak teliti menjerumuskan PPK ke ranah hukum.
- Rancangan kontrak
Kontrak
merupakan ikatan utama antara penyedia dengan PPK. Draft kontrak seyogyanya
berisi hal-hal yang harus diperhatikan oleh penyedia sebelum memasukkan
penawaran. Karena dari draft kontrak inilah akan ketahuan ruang lingkup
pekerjaan, tahapan, hal-hal yang harus diperhatikan sebelum memulai pekerjaan,
bagaimana proses pemeriksaan dan serah terima, serta hal-hal lain yang dapat
mempengaruhi nilai penawaran penyedia.
Draft kontrak bukan sekedar lembaran-lembaran kertas. Ada beberapa jenis kontrak yang harus diketahui dan dipahami oleh PPK. Apa dan kapan harus menggunakan kontrak lumpsum, kontrak harga satuan, gabungan lumpsum dan harga satuan, kontrak persentase, kontrak terima jadi, kontrak tahun tunggal, kontrak tahun jamak, kontrak pengadaan tunggal, kontrak pengadaan bersama, kontrak payung (framework contract), kontrak pengadaan pekerjaan tunggal, dan kontrak pengadaan pekerjaan terintegrasi.
Itu baru dari sisi jenis kontraknya. Belum membahas mengenai syarat-syarat umum dan syarat-syarat khusus kontrak. Perlakuan terhadap pekerjaan yang bersifat kritis juga harus berbeda dengan perlakukan pekerjaan rutin. Bahkan untuk pekerjaan yang dilaksanakan menjelang akhir tahun anggaran harus memperhatikan klausul denda, batas akhir pekerjaan, dan pembayaran, khususnya apabila pekerjaan melewati batas pembayaran KPPN.
Draft kontrak bukan sekedar lembaran-lembaran kertas. Ada beberapa jenis kontrak yang harus diketahui dan dipahami oleh PPK. Apa dan kapan harus menggunakan kontrak lumpsum, kontrak harga satuan, gabungan lumpsum dan harga satuan, kontrak persentase, kontrak terima jadi, kontrak tahun tunggal, kontrak tahun jamak, kontrak pengadaan tunggal, kontrak pengadaan bersama, kontrak payung (framework contract), kontrak pengadaan pekerjaan tunggal, dan kontrak pengadaan pekerjaan terintegrasi.
Itu baru dari sisi jenis kontraknya. Belum membahas mengenai syarat-syarat umum dan syarat-syarat khusus kontrak. Perlakuan terhadap pekerjaan yang bersifat kritis juga harus berbeda dengan perlakukan pekerjaan rutin. Bahkan untuk pekerjaan yang dilaksanakan menjelang akhir tahun anggaran harus memperhatikan klausul denda, batas akhir pekerjaan, dan pembayaran, khususnya apabila pekerjaan melewati batas pembayaran KPPN.
2. Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ)
PPK tidak
serta merta menerbitkan SPPBJ setelah pelaksanaan pelelangan. PPK punya hak
untuk tidak sependapat atas penetapan pemenang yang telah dilakukan oleh
panitia.
Dasar SPPBJ
adalah Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP) yang berarti PPK wajib memahami isi
dari BAHP.
Memahami isi
dari BAHP apalagi berani menolak penetapan panitia berarti PPK wajib memiliki
pengetahuan terhadap proses pelelangan/seleksi yang telah dilakukan oleh
panitia. Artinya, selain kemampuan manajerial, PPK wajib mengetahui proses pengadaan
barang/jasa secara utuh dan lengkap tahap demi tahap serta memahami hal-hal apa
saja yang dievaluasi oleh panitia serta kelemahan-kelemahannya.
Inilah
sebabnya, PPK wajib memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa. Bukan
sekedar selembaran kertas belaka, tetapi PPK wajib mengetahui proses pengadaan
barang/jasa secara detail agar dapat menjalankan fungsi check and recheck
terhadap kerja panitia dan mampu untuk menolak usulan pemenang dari panitia.
Apabila PPK
tidak memiliki pengetahuan dalam bidang pengadaan barang/jasa, maka PPK
cenderung hanya menjadi “tukang stempel” terhadap hasil panitia pengadaan
barang/jasa.
3. Menandatangani Kontrak
Kontrak
adalah ikatan antara dua atau lebih pihak yang isinya mengikat kepada seluruh
pihak yang menandatangani.
Pasal 1320
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)
menyebutkan:
Supaya
terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
- Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- Suatu pokok persoalan tertentu;
- Suatu sebab yang tidak terlarang.
PPK harus
memperhatikan hal ini, karena apabila salah satu dari 4 hal tersebut tidak
terpenuhi, maka penandatanganan kontrak menjadi tidak sah.
Sebelum
penandatanganan, PPK harus yakin bahwa yang mewakili penyedia adalah
benar-benar direktur atau kuasa direktur yang nama penerima kuasa ada dalam
akta atau pejabat yang menurut anggaran dasar perusahaan berhak untuk mengikat
perjanjian. Para pihak juga dalam kondisi sah untuk mengikat perjanjian, pokok
perjanjiannya jelas dan tidak ada hal-hal yang melanggar hukum, baik perdata
maupun pidana, dalam isi perjanjian.
Inilah
pentingnya sebelum pelaksanaan penandatanganan kontrak, PPK melaksanakan rapat
persiapan terlebih dahulu agar penandatanganan kontrak tidak sekedar seremonial
belaka melainkan dipahami dan nantinya dapat dilaksanakan oleh para pihak.
4. Melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa dan Mengendalikan
Pelaksanaan Kontrak.
Kontrak
adalah dokumen yang memiliki kekuatan hukum serta mengikat para pihak. Namun,
terkadang karena kesibukan secara struktural, PPK hanya menandatangani dan
melupakan pelaksanaannya.
Penyedia
barang/jasa dibiarkan bekerja seenak mereka atau hanya memasrahkan pengawasan
pelaksanaan pekerjaan pada konsultan pengawas.
Mereka lupa,
bahwa pelaksanaan pekerjaan adalah tanggung jawab PPK. Apabila terjadi
permasalahan, sering dibiarkan begitu saja dan baru kalang kabut apabila
pekerjaan telah selesai atau mengalami hambatan.
Ini yang
sering terjadi pada pekerjaan konstruksi, khususnya apabila pelaksanaan
pekerjaan tersebut dilaksanakan pada akhir tahun anggaran.
Sudah
menjadi aturan baku, bahwa tahun anggaran berakhir 31 Desember bagi pekerjaan
yang dilaksanakan berdasarkan kontrak tahun tunggal. Tapi baru kalang kabut
akhir Desember setelah melihat pekerjaan belum selesai 100% bahkan tidak dapat
diselesaikan tepat tanggal 31 Desember. Malah sebagian kasus, baru pusing
setelah masuk bulan Januari.
Keterlambatan
pekerjaan tidak terjadi begitu saja dan tidak terjadi hanya dalam semalam.
Sejak awal, setiap keterlambatan telah dapat dideteksi. Seharusnya, apabila ada
gejala-gejala awal keterlambatan, misalnya material yang seharusnya sudah masuk
belum tiba, atau curah hujan yang terjadi diluar perkiraan, maka dapat
dilakukan tindakan pencegahan dan langkah-langkah penanggulangan.
Apabila
setelah dicoba ditanggulangi tetap tidak dapat teratasi, maka klausul kontrak
kritis dapat diberlakukan. Lagi-lagi, khusus klausul kontrak kritis sudah harus
dipersiapkan pada saat perencanaan atau penyusunan draft kontrak.
Namun,
alangkah banyak PPK yang setelah menandatangani kontrak seakan-akan melupakan
adanya sebuah pekerjaan yang berada dibawah tanggungjawabnya. Malah ada yang
baru turun ke lokasi proyek pembangunan gedung kalau atasannya hendak
berkunjung. Sehingga, saat menghadapi masalah menjadi gelagapan dan
kebingungan.
PPK wajib
memiliki kemampuan untuk membaca time shedule dan berbagai jenis bentuk
dan mekanisme kontrol pekerjaan. Bisa berupa kurva S atau bentuk diagram
lainnya. Pemahaman terhadap aplikasi project (seperti MS Project) adalah nilai
plus.
5. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa dan kemajuan
pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan
kepada PA/KPA setiap triwulan
Melaporkan
pelaksanaan pekerjaan ini tidak sekedar membuat laporan Asal Bapak Senang
(ABS). PPK juga harus mampu melaporkan kesesuaian antara kontrak yang
ditandatangani dengan pelaksanaan pekerjaan.
Selain
kemajuan fisik, yang sering ditanyakan oleh PA/KPA adalah kemajuan daya serap
anggaran serta kendala yang dihadapi pada saat pelaksanaan.
Yang harus
diingat, setiap kendala merupakan tugas yang harus diselesaikan oleh PPK,
sehingga setiap laporan terhadap kendala harus dibarengi dengan laporan rencana
penyelesaian terhadap kendala tersebut.
6. Menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan
Berita Acara Penyerahan
Salah satu
temuan yang paling sering terjadi adalah pengadaan barang/jasa fiktif.
Hal ini
terjadi karena PPK tidak cermat dalam melihat barang/jasa yang diadakan. Hasil
pekerjaan yang diserahkan oleh penyedia barang/jasa diterima bulat-bulat dan
tidak melakukan prinsip check and recheck
Karena tidak
memahami jenis barang/jasa yang diadakan, PPK biasanya menerima dokumen apapun
yang disodorkan oleh penyedia.
Walaupun ada
panitia penerima hasil pekerjaan atau ada konsultan pengawas, penanggung jawab
pekerjaan tetap berada di tangan PPK, sehingga pemeriksaan atas barang/jasa
yang telah diadakan tetap mutlak dilakukan oleh PPK sebelum diserahkan kepada
PA/KPA.
Penyerahan hasil pekerjaan tidak sekedar
menyerahkan secara fisik, melainkan harus menyerahkan sesuai dengan fungsi dan
kemampuan yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan serta dokumen kontrak.
Oleh sebab itu, pada saat pengujian, PPK harus bisa memastikan setiap
spesifikasi sesuai dengan yang telah ditetapkan dan alat/barang berfungsi
sesuai ketentuan.
Sumber : http://www.khalidmustafa.info/2012/01/16/ppk-tidak-sekedar-tanda-tangan-kontrak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar