Cari Blog Ini

Kamis, 26 Januari 2012

PPK Tidak Sekedar Tanda Tangan Kontrak

Awal tahun 2012 beberapa orang datang langsung berdiskusi atau bertanya melalui telepon tentang Pengadaan Barng/Jasa khususnya mengenai pelaksanaan kontrak.
Sebagian isi diskusi adalah menanyakan pekerjaan yang dilaksanakan akhir tahun 2011 namun hingga tahun 2012 masih belum selesai. Ada yang bertanya bagaimana cara pemutusan kontrak, ada yang bertanya kok bisa terjadi padahal penawaran penyedia barang/jasa pada saat pelelangan bagus-bagus, ada juga yang bingung bagaimana membayarnya padahal batas akhir pembayaran hanya sampai 31 Desember.
Setelah diteliti lebih dalam, sebagian besar terjadi karena ketidaktahuan dan kurangnya kompetensi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Penyebabnya, sebagian besar menjadi PPK bukan karena memang pantas menjadi PPK, melainkan karena menduduki jabatan eselon tertentu.
Sayangnya, banyak yang lupa, bahwa tanggung jawab PPK di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 amat berat.
Berdasarkan Pasal 11 Perpres Nomor 54 Tahun 2010, tugas pokok dan kewenangan PPK adalah:


1.     PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan sebagai berikut:
a.     menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi:
1.     spesifikasi teknis Barang/Jasa;
2.     Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan
3.     rancangan Kontrak.
b.    menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
c.     menandatangani Kontrak;
d.    melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa;
e.     mengendalikan pelaksanaan Kontrak;
f.     melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA;
g.    menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan;
h.     melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan
i.      menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

2.     Selain tugas pokok dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal diperlukan, PPK dapat:
a.     mengusulkan kepada PA/KPA:
1.     perubahan paket pekerjaan; dan/atau
2.     perubahan jadwal kegiatan pengadaan;
b.    menetapkan tim pendukung;
c.     menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas ULP; dan
d.    menetapkan besaran Uang Muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia Barang/Jasa.
Mari kita lihat satu persatu sebagian tugas pokok dan kewenangan tersebut serta apa saja yang harus diperhatikan :
1.   Menetapkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
PPK tidak bekerja pada akhir pengadaan. PPK sudah mulai bekerja sejak perencanaan pengadaan. Hal ini karena PPK adalah orang yang paling mengetahui tentang barang/jasa yang akan diadakan.
Oleh sebab itu, apabila terjadi kesalahan pada proses pengadaan barang/jasa yang disebabkan karena kesalahan perencanaan, maka PPK juga bertanggung jawab terhadap hal tersebut.
Tanggung jawab PPK pada tahap perencanaan adalah:
  1. Spesifikasi Teknis Barang/Jasa
Ini adalah hal yang krusial, karena spesifikasi merupakan dasar dalam proses pengadaan barang/jasa. Setiap penawaran dari penyedia barang/jasa harus memenuhi spesifikasi teknis yang telah ditentukan dalam dokumen pengadaan.
Yang menjadi permasalahan adalah, luasnya ruang lingkup pengadaan barang/jasa dan dibandingkan dengan ruang lingkup pengetahuan PPK. Seorang PPK harus memahami spesifikasi teknis pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi, dan jasa lainnya. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik tim teknis atau tim pendukung yang menyiapkan spesifikasi teknis. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik konsultan perencana dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Walaupun sebagian kegiatan perencanaan memang harus diserahkan kepada ahlinya, namun pokok pokiran serta inti dari spesifikasi tetap harus dipahami oleh PPK.
PPK tidak boleh berucap “saya lulusan sosial, jadi tidak paham bangunan.” Apabila ditemukan kesalahan perencanaan konstruksi, maka oleh penyidik atau pemeriksa tetap akan diminta pertanggungjawabannya.
Disini dituntut keluasan pengetahuan dan pengalaman dari seorang PPK.

  1. Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
Kasus yang paling banyak menimpa pelaksanaan pengadaan barang/jasa adalah kasus markup dan salah satu penyebabnya terletak pada penyusunan HPS.
Menyusun HPS membutuhkan keahlian tersendiri, selain harus memahami karakteristik spesifikasi barang/jasa yang akan diadakan, juga harus mengetahui sumber dari barang/jasa tersebut. Harga barang pabrikan tentu saja berbeda dengan harga distributor apalagi harga pasar. Juga perhitungan harga semen serta batu kali dan besi beton akan mempengaruhi total harga secara keseluruhan.
Yang paling sering terjadi, entah karena kesengajaan atau karena ketidaktahuan, PPK menyerahkan perhitungan HPS kepada penyedia barang/jasa atau malah kepada broker bin makelar yang melipatgandakan harga tersebut untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok.
PPK langsung mengambil harga tersebut tanpa melakukan cek and recheck lagi. Akibatnya pada saat pengadaan selesai dan dilakukan pemeriksanaan oleh aparat hukum, ditemukan mark up harga dan mengakibatkan kerugian negara.
Lagi-lagi karena ketidaktahuan dan keinginan kerja cepat dan tidak teliti menjerumuskan PPK ke ranah hukum.

  1. Rancangan kontrak
Kontrak merupakan ikatan utama antara penyedia dengan PPK. Draft kontrak seyogyanya berisi hal-hal yang harus diperhatikan oleh penyedia sebelum memasukkan penawaran. Karena dari draft kontrak inilah akan ketahuan ruang lingkup pekerjaan, tahapan, hal-hal yang harus diperhatikan sebelum memulai pekerjaan, bagaimana proses pemeriksaan dan serah terima, serta hal-hal lain yang dapat mempengaruhi nilai penawaran penyedia.
Draft kontrak bukan sekedar lembaran-lembaran kertas. Ada beberapa jenis kontrak yang harus diketahui dan dipahami oleh PPK. Apa dan kapan harus menggunakan kontrak lumpsum, kontrak harga satuan, gabungan lumpsum dan harga satuan, kontrak persentase, kontrak terima jadi, kontrak tahun tunggal, kontrak tahun jamak, kontrak pengadaan tunggal, kontrak pengadaan bersama, kontrak payung (framework contract), kontrak pengadaan pekerjaan tunggal, dan kontrak pengadaan pekerjaan terintegrasi.
Itu baru dari sisi jenis kontraknya. Belum membahas mengenai syarat-syarat umum dan syarat-syarat khusus kontrak. Perlakuan terhadap pekerjaan yang bersifat kritis juga harus berbeda dengan perlakukan pekerjaan rutin. Bahkan untuk pekerjaan yang dilaksanakan menjelang akhir tahun anggaran harus memperhatikan klausul denda, batas akhir pekerjaan, dan pembayaran, khususnya apabila pekerjaan melewati batas pembayaran KPPN.

2.   Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ)
PPK tidak serta merta menerbitkan SPPBJ setelah pelaksanaan pelelangan. PPK punya hak untuk tidak sependapat atas penetapan pemenang yang telah dilakukan oleh panitia.
Dasar SPPBJ adalah Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP) yang berarti PPK wajib memahami isi dari BAHP.
Memahami isi dari BAHP apalagi berani menolak penetapan panitia berarti PPK wajib memiliki pengetahuan terhadap proses pelelangan/seleksi yang telah dilakukan oleh panitia. Artinya, selain kemampuan manajerial, PPK wajib mengetahui proses pengadaan barang/jasa secara utuh dan lengkap tahap demi tahap serta memahami hal-hal apa saja yang dievaluasi oleh panitia serta kelemahan-kelemahannya.
Inilah sebabnya, PPK wajib memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa. Bukan sekedar selembaran kertas belaka, tetapi PPK wajib mengetahui proses pengadaan barang/jasa secara detail agar dapat menjalankan fungsi check and recheck terhadap kerja panitia dan mampu untuk menolak usulan pemenang dari panitia.
Apabila PPK tidak memiliki pengetahuan dalam bidang pengadaan barang/jasa, maka PPK cenderung hanya menjadi “tukang stempel” terhadap hasil panitia pengadaan barang/jasa.
3.   Menandatangani Kontrak
Kontrak adalah ikatan antara dua atau lebih pihak yang isinya mengikat kepada seluruh pihak yang menandatangani.
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) menyebutkan:
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
  1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
  3. Suatu pokok persoalan tertentu;
  4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
PPK harus memperhatikan hal ini, karena apabila salah satu dari 4 hal tersebut tidak terpenuhi, maka penandatanganan kontrak menjadi tidak sah.
Sebelum penandatanganan, PPK harus yakin bahwa yang mewakili penyedia adalah benar-benar direktur atau kuasa direktur yang nama penerima kuasa ada dalam akta atau pejabat yang menurut anggaran dasar perusahaan berhak untuk mengikat perjanjian. Para pihak juga dalam kondisi sah untuk mengikat perjanjian, pokok perjanjiannya jelas dan tidak ada hal-hal yang melanggar hukum, baik perdata maupun pidana, dalam isi perjanjian.
Inilah pentingnya sebelum pelaksanaan penandatanganan kontrak, PPK melaksanakan rapat persiapan terlebih dahulu agar penandatanganan kontrak tidak sekedar seremonial belaka melainkan dipahami dan nantinya dapat dilaksanakan oleh para pihak.
4.   Melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa dan Mengendalikan Pelaksanaan Kontrak.
Kontrak adalah dokumen yang memiliki kekuatan hukum serta mengikat para pihak. Namun, terkadang karena kesibukan secara struktural, PPK hanya menandatangani dan melupakan pelaksanaannya.
Penyedia barang/jasa dibiarkan bekerja seenak mereka atau hanya memasrahkan pengawasan pelaksanaan pekerjaan pada konsultan pengawas.
Mereka lupa, bahwa pelaksanaan pekerjaan adalah tanggung jawab PPK. Apabila terjadi permasalahan, sering dibiarkan begitu saja dan baru kalang kabut apabila pekerjaan telah selesai atau mengalami hambatan.
Ini yang sering terjadi pada pekerjaan konstruksi, khususnya apabila pelaksanaan pekerjaan tersebut dilaksanakan pada akhir tahun anggaran.
Sudah menjadi aturan baku, bahwa tahun anggaran berakhir 31 Desember bagi pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan kontrak tahun tunggal. Tapi baru kalang kabut akhir Desember setelah melihat pekerjaan belum selesai 100% bahkan tidak dapat diselesaikan tepat tanggal 31 Desember. Malah sebagian kasus, baru pusing setelah masuk bulan Januari.
Keterlambatan pekerjaan tidak terjadi begitu saja dan tidak terjadi hanya dalam semalam. Sejak awal, setiap keterlambatan telah dapat dideteksi. Seharusnya, apabila ada gejala-gejala awal keterlambatan, misalnya material yang seharusnya sudah masuk belum tiba, atau curah hujan yang terjadi diluar perkiraan, maka dapat dilakukan tindakan pencegahan dan langkah-langkah penanggulangan.
Apabila setelah dicoba ditanggulangi tetap tidak dapat teratasi, maka klausul kontrak kritis dapat diberlakukan. Lagi-lagi, khusus klausul kontrak kritis sudah harus dipersiapkan pada saat perencanaan atau penyusunan draft kontrak.
Namun, alangkah banyak PPK yang setelah menandatangani kontrak seakan-akan melupakan adanya sebuah pekerjaan yang berada dibawah tanggungjawabnya. Malah ada yang baru turun ke lokasi proyek pembangunan gedung kalau atasannya hendak berkunjung. Sehingga, saat menghadapi masalah menjadi gelagapan dan kebingungan.
PPK wajib memiliki kemampuan untuk membaca time shedule dan berbagai jenis bentuk dan mekanisme kontrol pekerjaan. Bisa berupa kurva S atau bentuk diagram lainnya. Pemahaman terhadap aplikasi project (seperti MS Project) adalah nilai plus.
5.   Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa dan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan
Melaporkan pelaksanaan pekerjaan ini tidak sekedar membuat laporan Asal Bapak Senang (ABS). PPK juga harus mampu melaporkan kesesuaian antara kontrak yang ditandatangani dengan pelaksanaan pekerjaan.
Selain kemajuan fisik, yang sering ditanyakan oleh PA/KPA adalah kemajuan daya serap anggaran serta kendala yang dihadapi pada saat pelaksanaan.
Yang harus diingat, setiap kendala merupakan tugas yang harus diselesaikan oleh PPK, sehingga setiap laporan terhadap kendala harus dibarengi dengan laporan rencana penyelesaian terhadap kendala tersebut.
6.   Menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan
Salah satu temuan yang paling sering terjadi adalah pengadaan barang/jasa fiktif.
Hal ini terjadi karena PPK tidak cermat dalam melihat barang/jasa yang diadakan. Hasil pekerjaan yang diserahkan oleh penyedia barang/jasa diterima bulat-bulat dan tidak melakukan prinsip check and recheck
Karena tidak memahami jenis barang/jasa yang diadakan, PPK biasanya menerima dokumen apapun yang disodorkan oleh penyedia.
Walaupun ada panitia penerima hasil pekerjaan atau ada konsultan pengawas, penanggung jawab pekerjaan tetap berada di tangan PPK, sehingga pemeriksaan atas barang/jasa yang telah diadakan tetap mutlak dilakukan oleh PPK sebelum diserahkan kepada PA/KPA.
Penyerahan hasil pekerjaan tidak sekedar menyerahkan secara fisik, melainkan harus menyerahkan sesuai dengan fungsi dan kemampuan yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan serta dokumen kontrak. Oleh sebab itu, pada saat pengujian, PPK harus bisa memastikan setiap spesifikasi sesuai dengan yang telah ditetapkan dan alat/barang berfungsi sesuai ketentuan.

Sumber : http://www.khalidmustafa.info/2012/01/16/ppk-tidak-sekedar-tanda-tangan-kontrak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar